Jumat, 20 Januari 2017

Bukan Hal Semut Bagiku

Cukuplah Aku Kehilangan Puisi-Puisiku Dulu
Saat Sibuknya Teman-Teman Sembari Tampilkan Kesungguhan di Depan Khalayak Ramai
Bukanlah Hal Semut Bagiku
Hilang Satu Buah Kreasi Imajinasi
Bagai Terlepas Separuh Nafas
Nafas yang di dalamnya Berjuta Asa Menyerta
Asa yang di dalamnya Mengamankan Cerita Beribu Kisah
Kejutan
Senyum yang Terpampang
Bahkan pun Luka yang Paling Dalam

Minggu, 15 Januari 2017

Tidak Segila Cintaku

Aku Ingin Belajar untuk Tidak Mencintai dengan Berlebih
Aku Ingin Belajar untuk Tidak Selalu Merasakan Cemburu yang Baranya Dahsyat
Aku Ingin Tahu Bagaimana Acuh
Aku Ingin Berlalu dengan Prasangka Buruk Tidak Menyertaiku
Aku Ingin Lakukan Itu
Tapi Aku Tak Ingin Dikata Salah dengan Hal Itu
Karena Aku Berdakwa
Aku Tak Salah
Dengan Apa yang Aku Perbuat
Dengan Apa yang Lama Ku Semat
Dengan Semua Rencana yang Ku Buat
Sekali Lagi Aku Berkata
Aku Tak Salah
Karena Aku Menyelamatkan Diriku
Dari Kesedihan yang Tak Perlu
Dari Gangguan Jiwa yang Tak Tentu
Dari Semua Sikapmu
Sikap yang Tak Segila Cintaku

Hilang Bunga Tidurku

Hai Kebingungan
Kamu Hadir Begitu Tajam
Jahat
Hai Ketidaksemangatan
Kamu Bersekongkol dengan Hal yang Membingungkan
Tidak Menyenangkan

Apa Kalian Tahu
Mimpi dalam Tidurku Itu Semakin Sayu
Gerak dalam Ruang Nyataku Berlari Laju
Ke Arahku
Seakan Aku Kehilangan Teman Setiaku
Seakan Aku Terlepas dari Bayang-Bayang Khayalku
Bayang Khayal yang Mengundang Senyum Tiap Waktu
Bayang Khayal yang Selalu Terus Berputar di Otakku
Di Hatiku
Mimpi Tak Menghampiriku Seolah Kurang Bagian Hidupku

Sabtu, 14 Januari 2017

Never Like Rencana Dadakan

Mungkin Aku Memang Tak Suka dengan Rencana yang Dikutip "Dadakan"
Terlebih Jika Itu Bukan Apa yang Aku Pikirkan
Aku Bisa Tertegun Melihat Kenyataan
Saat yang Ada di Depan Memang Benar Harus Ku Lakukan
Aku Bisa Letuskan Bara Api yang Tertahan
Saat..... Akhh Ini Hal Salah yang Telah Diciptakan
Aku Bisa Down Seketika Nyawaku Terasa Terenggut dan Dilemparkan
Saat yang Berjalan Benar-Benar Tidak Aku Pikirkan
Aku Ingin Mengatakan Aku Benci Kata "Dadakan"
Benar-Benar Menghancurkan Gelombang Khayalan
Merenggut
Meremukkan

Jumat, 13 Januari 2017

Rintik Hujan Teman dalam Diam

Rintik Hujan Telah Turun
Pandangannya Tetap Terfokus Pada Satu Titik
Tak Tergoyahkan
Tangan Kerasnya Terus Bekerja
Detum Palu Tersorai Bagai Menantang Rintik Hujan
Kian Lama Kian Meluaskan Titik Kuasa
Rintik Hujan di Alam Terbuka Menjadi Teman Kerja Tanpa Sua
Bukan Penantang Penghenti Asa
Bukan Petaruh Pengadu Sungguh
Ia Teman dalam Diam

Saat Tak Seorangpun Menghiraukan

Segelas Teh

Ku Teguk Air nan Dirasa Manis pun Menyapa
Coklat Cerah
Merah Merebah
Elok Pandangnya Menggugah
Sedap Aroma Aduh Seakan Ingin Merasa Namun Terpejam
Terpejam dengan Endusan Nikmat Perlahan Dihembuskan
Terpejam Seakan Khayal Itu Terang di Depan Pandangan
Aduh Aroma yang Mengadukan Nikmatnya Rasa
Mencipta Suana Bak Terjun dengan Santainya
Menengadahkan Kelapa Ringan nan Pikirnya Terbang
Merentangkan Sayap Mengepah Mengarah Menarikan Segala Arah
Terbangun Ku Tersadar Akan Aroma yang Memudar
Aduh Kawan Mengambil Alih Ku Mengkhayal
Membuatnya Menjadi Segelas Teh Kosong Tak Lagi Beraroma

Sore yang Bahagia

Sore yang Bahagia
Seraya Menetapkan Pandangan pada Sosok yang Rupawan
Dalam Kesungguhan Kerja yang Dilakukan
Di Kelilingi Suara Alam Nan Hijaunya Tenteram

Ku Lihat Disana
Menerawang
Beradu dengan Khayalan yang Terus Berjalan
Tanpa Penghalang Ku Terus Menerbangkan
Indah Rasa yang Bertebaran
Bermekaran dalam Taman Hati yang Terdalam

Ku Tatap Disana
Penuh Keseriusan
Menjatuhkan Diri di Semaian Bunga yang Seminya Turut Menemani
Menuju Syurganya Memejamkan Mata dengan Bersahabat Asa
Sore yang Bahagia

Rabu, 04 Januari 2017

Salah Tempat Merenung

"Hei lihat! Fajar menyambut di sudut sana!”. 
Ujar Nahla pada kembarannya saat bangun tidur.

“Hwaaaaaii.... Suaramu membangunkanku, La! Apa kamu bilang tadi?”.
Sambil mengantuk Asybah berkata seperti orang ngelindur.

"Fajar menyambut di sudut sana!”.
Tampaknya jari tangan Nahla yang menunjuk ke salah satu sudut itu tidak digubris oleh Asybah yang masih menggeliat di atas kasur.

“Apa? Fajar? Di sudut? Kamarkah? Mana? Dimana, La? Dimana?”. 
Seraya bangkit dari ranjang lalu melompat dan bertanya satu per satu ditemani langkah demi langkahnya ke sudut-sudut. Tampaknya Jaka  Sembung Naii Ojek, Gak Nyambung Jek.

“Kamu tuh Syah! (sambil mengusap wajah Asybah) Fajar ituloh matahari terbit. Nih pikirannya pasangaan mulu. Fajar masih lelap tidur tuh di kamarnya! :p ” Asybah terhentak bangun dari tidurnya. Lantas Ia langsung mengusap wajahnya agar sedikit hilang rasa kantuknya. Kenyataan menyapa setelah bangun dari mimpi yang indah bersama Fajar.

“Nahla... Kamu tahu gak......” 
Senyum gila Asybah tayangkan bersama tubuhnya yang kembali direbahkan ke ranjang.

“Ssssht.... Sssssht.... Sssssssht.....! Kita sekarang piket paaaaggi... Jadi mending kamu sekarang mandii sanaaa atau nggak kamu catet mimpi itu dan aku pergi mandi dulu (mengambil handuk di almarinya birunya).

"Huft,, kamu selalu seperti itu!”. 
Asybah berkata seperti orang yang menggerutu karena sering ditolak untuk bercerita tentang mimpinya. Asybah lalu bangun dari tidurnya kemudian mengambil selembar kertas dan sibuk mencari pulpen. Sungguh benar-benar Ia lakukan. Ia kemudian menuliskan mimpinya. Bersamaan dengan Nahla berjalan menuju kamar mandi di sudut kiri kamar mereka. Setibanya dipintu, lalu

“Kamu juga begitu. Selalu saja tidak tahu kapan kamu harus cerita panjang dan kapan kamu harus tahan ceritamu. Satu jam tuh nggak akan cukup untuk kamu cerita! (brak... pintuk ditutup oleh Nahla)”.  Ada benarnya juga sih perkataan saudarinya itu.

Blablabla.... Waktu berlalu. Wah mereka selesai mandi bersamaan waktu.; Bagaimana bisa? Ternyata Asybah numpang mandi di toilet bibinya.
“Sudah, Non?”
“Iya, Bi. Makasih ya, Bibi...”. Bibinya lalu tersenyum tanpa tanda meng’iya’kan ucapan terima kasih dari anak majikannya itu.

Seet set seet dengan gesit Nahla dan Asybah bersiap-siap di kamar. Lalu keduanya pergi ke ruang makan untuk sarapan.
“Pagi, anak-anakkuu... ^_^”. Kata-kata lembut keluar dari bibir mamanya.
“Pagi, Mama...”

Sarapan dilakukan bersama. Lalu Asybah menghampiri mpuup  si kucing kesayangannya. Diberinya makan lalu berangkatlah keduanya bersama papa menuju kampus. Selama perjalanan, barulah Asybah memberikan kertas yang tadi ditulisinya kepada Nahla. Sambilalu Ia ceritakan dan diperagakan secara sederhana. Memang, kampusnya jauh dari kediaman. Hingga waktu itu cukup untuk Asybah cerewet bercerita.

            Teeet... Teeet... Teeet.

Bel berbunyi setiba mereka di gerbang kampus. “Da Papaa...”. Sambil melambaikan tangan pada mobil papanya yang semakin menjauh. Ternyata kalimat bahwa hari ini adalah hari piketnya adalah suatu jebakan agar Asybah tidak terlena dalam bercerita. Kalau untuk bercerita dengan saudarinya, wah kuatnya minta ampun. Bahkan pun menulis. Dalam 15 menit, menulis 5 halaman dengan 29 baris tanpa berhenti pun Ia sanggup. Amazing.

Tapi, tak demikian halnya dengan berbicara pada orang selain saudarinya. Jika tidak diajak berbicara terlebih dahulu, maka suasana garing kan selalu menghiasi. Belum terlalu lama Asybah dan Nahla meletakkan tas dan bukunya di meja kampus, dosen telah datang dan langsung memberikan mata kuliah yang padat.

“Pagi semuanya. Kali ini kita akan menguraikan tentang.......... (dan seterusnya)”.
Tiiiiiiiitt  sampai jama mata kuliah saat itu selesai. Benar-benar dosen yang disciplin.  Tak membiarkan Semenitpun untuk muridnya hilang keseriusan dalam memperhatikan setiap kata yang keluar dari bibirnya.

            Teeet... Teeet... Teeet...

Bel istirahat berbunyi. Dosen meninggalkan ruangan dan satu per satu mahasiswa di kelas bergantian keluar. Asybah lalu menoleh ke samping lalu tersenyum manis nan romantis. Tak butuh beberapa lama, Ia dihampiri oleh orang yang baru saja Ia senyumi.

“Asybah habiibatyy.... J”.
Asybah lalu membalas dengan senyum lalu tetap tidak beranjak dari duduknya walau kekasih atau yang lebih tepat disebut tunangannya itu berjalan sambil menoleh pada dirinya, pertanda Ia mengajak Asybah untuk pergi belanja makanan di kantin alis beli-beli.

“Yaa sudah,, aku ke kantin sendiri lagi. Mau titip-titip?”.
Kembali perkataan itu dibalas hanya dengan senyuman pertanda tolakan yang halus. Tapi Fajar tidak setega itu. Ia tetap membelanjakan sebagian uang jajannya untuk kekasihnya makan. Epulang Fajar dari kantin, Ia duduk di kursi depan bangku Asybah. Di saat itulah kemudian Asybah mulai cerewet bercerita. Ia adalah orang keempat yang bisa Ia bercerita dengan cerewet setelah kedua orang tua dan saudarinya. Tak lama kemudian, menyusul Nahla dan ikut masuk ke dalam topik pembicaraan saudari dan tunangannya itu.

           Teeet... Teeet... Teeet

Bel masuk berbunyi. Maka pembicaraan haruslah diputus karena waktu. Tiba-tiba, setelah mendengar bel itu, Asybah seakan terjatuh dalam memori ingatan masa dimana saat itu adalah awal dari Fajar mengungkapkan rasa.

“Selamat istirahat, Asybah. Mmm apa di bangku ini kosong? (menunjuk kursi di samping kursi Asybah)

“Iya, kosong. Nahla sedang keluar bersama teman-temannya yang lain.”

“Kenapa kamu tidak ikut? Ditinggalkah? Ngomong-ngomong, apa aku boleh duduk disini?”.
Asybah tidak menjawab, tidak tersenyum, namun tertunduk mengalihkan pandangan. Fajar mengerti bahwa itu artinya Asybah menolak. Sejak saat itulah setiap kali Fajar ingin bicara dengan Asybah, Ia akan langsung duduk di depan kursi Asybah. Selepas itu, Fajar mulai berkata dengan wajah yang tulus. Seakan menyatakan cerita seperti curahan hati namun berhujung pada penawaran untuk saling mengisi hati.

“Begini, Sya. Dosenku menyarankan aku untuk mulai mencari pasangan. Bukan dalam artian pacaran, Sya. Tapi lebih dari itu. Sejalan dengan berkomitmen untuk saling menjaga hati. Agar nantinya mudah untuk menjalankan kehidupan rumah tangga.”.
Katanya dengan nada rendah sambil terus bermain pulpen di tangannya.

“Oowhmm ya kalau begitu bagus. Menurutku, pasangan itu lebih dari sekedar hubungan ataupun status. Melainkan teman hati untuk dijadikan pendamping hidup suatu saat nanti. Ini dalam pandanganku sih.”

“Iya,, kamu benar. Dari yang aku setelah aku lama memperhatikan kepribadianmu, caramu berpendapat dan caramu memberikan pandangan, aku ingin memilihmu untuk menjadi pasangan hidupku. Jika berkenan, aku ingin kita bisa saling mengisi hati. Aku menyampaikan perasaan ini, karena aku tidak ingin salah pilih. Itupun jika masih belum ada yang mengisi hatimu. Karena aku tahu, aku tak berhak untuk memaksamu menerima cintaku. Bagaimana jawabanmu, Sya?” .

Melalui cara menyampaikannya, Asybah tertegun. Apa yang dirasakannya seakan mulai menjadi nyata. Memang ini adalah hal yang ditunggu oleh Asybah. Namun, Ia sadar bahwa Ia adalah wanita yang tak mungkin untuk memulai duluan, malu alasannya jika ditanyakan.

“Waktu itu aku menerimanya”.  Asybah menutup mata sambil tersenyum lembut mengingat masa-masa itu.

“Baik, Mbak Asybah. Apa masih mengantuk?” 
Tanya Dra. Aliya selaku dosen Sastra Indonesia. Pertanyaan itu mengagetkan Asybah yang sedang melayang pikirannya mengingat masa lalu. Bel itu membuat Ia terlena untuk mengikuti mata kuliah Dra. Aliya

“Maaf, Bu. Saya menyiakan ilmu untuk pikiran pribadi dalam waktu yang tidak tepat.” 
Mendengar kata maaf yang dirangkum sedemikian elok, Bu Aliya sedikit terharu. Namun apalah arti kata itu? Tak sesuai dengan sifat keras Bu Aliya. All  hasil, tertolaklah permintaan maaf itu. Asybah harus menemui Bu Aliya di ruangnya sepulang kuliah. Ia diberi tugas dan esok juga harus sudah berada di meja Bu Aliya.

“Kamu akan saya beri sanksi. Sepulang kuliah nanti, temui saya di ruang kerja saya. Ambil satu lembar tugas dan kumpulkan besok pagi di meja saya. Jika kamu ingin mengikuti wisuda!” 
Itulah yang dikatakan Bu Aliya. Asybah meng-iya-kan perintah tersebut sambil membungkukkan badan sedikit sebagai tanda hormat. Buka main takutnya. Nahla menggelengkan kepala mengetahui saudarinya merenung lama saat mata kuliah berlangsung.Tampaknya hal yang melambungkan memori ingatan Asybah tentang awal bersatunya ia bersama Fajar telah membuatnya mendapat satu hukuman dari dosen mata kuliah kesukaannya. Benar-benar, salah tempat merenung.

Selasa, 03 Januari 2017

Dalam Kesendirian (Introvert)

Dalam Kesendirian Aku Berkarya
Dalam Kesempatan Menyendiri pun Aku Gunaka Tuk Berdiam Diri
Tanpa Teman
Tanpa Dampingan Makhluk Hidup
Bagaimana Jika Ku Katakan Ini Kelemahanku?
Bagaimana Jika Ku Katakan Ini Kekuranganku?
Andai Ini adalah Waktu Pulang
Kan Ku Gunakan Waktu Ini untuk Bersahabat dan Berkenalan dengan Mimpiku
Disana Aku Dapat Membuat Suasana Sesuai Kemauanku
Aku Bisa Berlaku Sesuai Imajinasiku
Terkadang
Aku Lebih Mencintai Mimpi dalam Tidurku daripada Harus Menjalani Kehidupan Nyataku
:|

Bagai Katak dalam Tempurung

Terkadang Aku Tak Mengerti dengan Apa yang Aku Derita
Entah Ini Berkaitan dengan Pikiran atau Bagaimana
Ingin Rasanya Ku Bongkar Misteri Ini
Tetapi Seakan Aku Kekurangan Waktu Untuk Mencari
Siapa Diri Ini?
Dan Harus Aku Apakan Aku Ini?
Siapa Lagi?
Yang Bersedia Melihat Dekat Siapa Aku Jika Bukan Aku Sendiri....
Seperti Itu Saat Ini Aku Berfikir
Aku Merasakan
Merasakan Sakit yang Membius Otak untuk Santai sampai Sakit yang Terasa itu Reda dengan Sendirinya
Membiius Hati yang Ku Buat untuk Membakar Spirit itu Dibekukan es -32
Bayangkan
-32 C Menyelimuti Ketat Api 70 C

Teman Bumil

Yukk Mums ikut gabung dengan Teman Bumil,,  Mums bisa pilih komunitas sesuai kebutuhan niih.. Ada komunitas Promil, Hamil, Batita/Balita, Mu...